Cari Blog Ini

Jumat, 11 September 2015

Fakta Tempe


Sudah tidak diragukan lagi jika tempe makanan tersehat dunia, sampai negara inggris menobatkan tempe makanan paling enak dan tempe yang bagus adalah tempe Malang. karena tempe di inggris adalah makanan mewah, harganya bisa ratusan ribu. sedangkan di Indonesia yang notabene asal muasal tempe, harga yang jauh lebih murah masih di anggap makanan kalangan menengah kebawah.
Dan faktanya lagi kandungan Tempe lebih baik dari daging sapi, bahkan lebih dari 2X lipat lebih baik.


Sejarah Tahu dan Tempe M

Denpasar - Tahun 70an Bapak Ngatemo merantau ke Bali, tepatnya tahun 1979 memulai usaha tahu dan tempe. dari yang awalnya membuat sedikit dan membawanya harus memanggul. kemudian dengan sepeda ontel, dan hingga bisa saat ini. Pertama kali memulai usaha tahu tempe ini di daerah ubung. dan di jajakan ke rumah-rumah, hingga punya lapak di pasar ubung yang kini menjadi pasar Pidada. sebelum terjadi persaingan bisnis, Tahu dan tempe M ini produksi lumayan besar. karena kenaikan kedelai setiap tahun dan banyaknya pengusaha tahu dan tempe. produksi tahu dan tempe M ini mulai menurun. Tetapi tidak merubah cita rasa dan kualitas dari tahu dan tempe tersebut. Tahu dan tempe M mempunya bangsa pasar sendiri yang lebih mengutamakan kualitas dari pada kuantitas.
Tahu dan Tempe Masmo (M) yang sekarang bertempat di Jl. Gn. Tangkuban Perahu No.148 Br. Tegal buah sejak tahun 1987, tetap berkomitmen dengan kualitas terjamin.
 





Sejarah Tahu dan Tempe di Indonesia

Tempe : Asal - usul Tempe
Tidak seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe berasal dari Indonesia. Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun, makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Dalam bab 3 dan bab 12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 (Serat Centhini sendiri ditulis pada awal abad ke-19) telah ditemukan kata "tempe", misalnya dengan penyebutan nama hidangan jae santen tempe (sejenis masakan tempe dengan santan) dan kadhele tempe srundengan. Hal ini dan catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa—mungkin dikembangkan di daerah Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.
Kata "tempe" diduga berasal dari bahasa Jawa Kuno. Pada zaman Jawa Kuno terdapat makanan berwarna putih terbuat dari tepung sagu yang disebut tumpi. Tempe segar yang juga berwarna putih terlihat memiliki kesamaan dengan makanan tumpi tersebut.
Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus bahasa Jawa-Belanda. Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji1 kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia, sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air. (sumber : wikipedia)




Tempe di Indonesia
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.
Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, para tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung lapar. Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-an sampai dengan 1960-an juga menyimpulkan bahwa banyak tahanan Perang Dunia II berhasil selamat karena tempe. Menurut Onghokham, tempe yang kaya protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan berpenghasilan relatif rendah.
Namun, nama 'tempe' pernah digunakan di daerah perkotaan Jawa, terutama Jawa tengah, untuk mengacu pada sesuatu yang bermutu rendah. Istilah seperti 'mental tempe' atau 'kelas tempe' digunakan untuk merendahkan dengan arti bahwa hal yang dibicarakan bermutu rendah karena murah seperti tempe. Soekarno, Presiden Indonesia pertama, sering memperingatkan rakyat Indonesia dengan mengatakan, "Jangan menjadi bangsa tempe." Baru pada pertengahan 1960-an pandangan mengenai tempe ini mulai berubah.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an terjadi sejumlah perubahan dalam pembuatan tempe di Indonesia. Plastik (polietilena) mulai menggantikan daun pisang untuk membungkus tempe, ragi berbasis tepung (diproduksi mulai 1976 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan banyak digunakan oleh Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia, Kopti) mulai menggantikan laru tradisional, dan kedelai impor mulai menggantikan kedelai lokal. Produksi tempe meningkat dan industrinya mulai dimodernisasi pada tahun 1980-an, sebagian berkat peran serta Kopti yang berdiri pada 11 Maret 1979 di Jakarta dan pada tahun 1983 telah beranggotakan lebih dari 28.000 produsen tempe dan tahu.
Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia dan yang berlaku sejak 9 Oktober 2009 ialah SNI 3144:2009. Dalam standar tersebut, tempe kedelai didefinisikan sebagai "produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe". (sumber : wikipedia)

Tahu : Sejarah Tahu
ORANG-orang Tionghoa datang ke Nusantara dengan membawa keterampilan kulinernya. Salah satu makanan yang paling awal diperkenalkan adalah tahu.
Sejarawan JJ Rizal mengungkapkan bahwa pada abad ke-10 orang-orang Tionghoa telah menyajikan tahu di Nusantara, meskipun terbatas di kalangan elite. “Jadi tahu lebih tua daripada tempe dilihat dari masa mulai produksinya,” kata Rizal.
Menurut Suryatini N. Ganie dalam Dapur Naga di Indonesia, tahu mempunyai sejarah panjang di Tiongkok, tempat asalnya sejak 3.000 tahun lalu. Teknologi pembuatan tahu secara cepat menyebar ke Jepang, Korea, dan Asia Tenggara. Tetapi, kapan tahu mulai hadir di Nusantara tidak dapat ditentukan waktunya dengan tepat. Namun, orang Kediri mengklaim sebagai kota pertama di Nusantara yang mengenal tahu, yang dibawa tentara Kubilai Khan pada tahun 1292.
“Saat mengunjungi Kediri,” tulis Suryatini, “kami mendapati tempat berlabuhnya jung-jung Mongol di kota itu sampai hari ini masih disebut dengan Jung Biru. Armada ini mempunyai jung-jung khusus untuk mengurus makanan tentara, termasuk satu yang khusus untuk menyimpan kacang kedelai dan membuat tahu.”
Kata tahu sendiri, menurut Hieronymus Budi Santoso, berasal dari bahasa Tionghoa, yakni: tao-hu atau teu-hu. Suku kata tao/teu berarti kacang kedelai, sedangkan hu berarti hancur menjadi bubur.
“Dengan demikian secara harfiah, tahu adalah makanan yang bahan bakunya kedelai yang dihancurkan menjadi bubur,” tulis Hieronymus dalam Teknologi Tepat Guna Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai.
Pada abad ke-19, orang-orang Jawa dilanda krisis gizi yang luar biasa akibat penerapan sistem cultuurstelsel (Tanam Paksa). Hasil bumi dikuras untuk kepentingan kolonial sampai mereka sendiri kesulitan untuk makan. Saat itulah tahu muncul sebagai pangan alternatif.
“Menurut sejarawan Onghokham,” ungkap Rizal, “tahu bersama tempe, menjadi penyelamat orang-orang Jawa dari masa krisis asupan gizi.”
Sampai sekarang, tahu menjadi makanan penting bagi orang Indonesia. Cara penyajiannnya di tiap wilayah pun bervariasi. Meski begitu, ia tetap menjadi pangan yang populer dan dapat dinikmati kapan saja. (sumber: Sejarah Tahu)